PENDAHULUAN
Kehidupan manusia jelas tak lepas dari retorika, dari
keseharian individu sampai kehidupan sosial yang kompleks. Soalnya adalah..
retorika seperti apakah yang patut dikembangkan sehingga mencerahkan kehidupan
bersama. Dalam Modern rhetorical Criticism (1977), Roderick P. Hart melukiskan
‘alam pikiran retorika’ yang dipandangnya sehat. Suatu retorika yang baik,
katanya, harus memadukan empat aspek. Pertama, scientifically demonstrable;
harfiahnya suatu tuturan harus bisa dibuktikan secara ilmiah atau berdasarkan
fakta.
Kedua, artistically creative; terutama berasosiasi
dengan pemanfaatan retorika secara particular, yakni dalam pengucapan seni.
Dalam berbahasa sehari-hari tentu tidak perlu berbunga-bunga, yang penting
jelas dan santun. Ketiga, philosophically reasonable; memperhatikan
moral dan etika dalam bertutur untuk membedakan baik dan buruk, manfaat dan
mudarat, berkah dan mubazir. Akhirnya, keempat, socially concerned;
suatu retorika, apalagi yang terbuka untuk umum, haruslah bertemali dan
bermanfaat memecahkan masalah orang banyak sehingga mensejahterakan kehidupan
bersama lahir-batin.
Teori ilmu politik adalah sebagian besar cabang yang
perlu untuk dipelajari dalam dunia perpolitikan, teori ini menyangkut kupasan
yang dasar terhadap ilmu politik, mulai dari asal- mulanya, evolusi, sifat
dasar, tujuan atau maksud, fungsi, organisasi politik dan sebagainya.
Melalui teori ini bukan saja mengupas hal yang diatas
belaka, tetapi juga mencoba menelusuri berbagai aspek hukum secara umum untuk
ditetapkan didalam negara. Sedangkan filsafat ilmu politik menjadi bagian dari
teori, setiap aksi perpolitikan sering menunjukkan beberapa pokok nilai
terhadap teori ilmu politik, oleh karena itu, prinsip- prinsip yang diutamakan
oleh para ilmuwan, aktivis politik harus memiliki nilai yang positif bagi
masyarakat dan negara.
Disisi lain sejarah, ilmu politik juga termasuk dalam
daftar pencetus ilmu retorika dari berbagai negara, para ilmuwan politik yang
hidup 2500 tahun yang silam, telah menyusun unsur- unsur, tujuan, organisasi dan
permasalahan didalam negara. Para ilmuwan politik seperti: Plato, Aristotle,
kautiliya, Machievelli, Hobbes, Rousseau, Hegel, Marx, Lenin dan Gandhi, telah
memberikan jalan yang baik di dalam bernegara. Para ilmuwan tersebut memiliki
pandangan yang berbeda tentang politik, tetapi jika ditinjau dari segi tujuan
mereka terkesan sama. Setiap individu ilmuwan tersebut menginginkan agar
masyarakat bersatu didalam satu negara.
Komunikasi Politik adalah komunikasi yang melibatkan
pesan-pesan politik dan aktor-aktor
politik, atau berkaitan dengan kekuasaan,
pemerintahan, dan
kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan,
komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami
sebagai komunikasi antara "yang memerintah" dan "yang
diperintah". Menurut Gabriel Almond (1960): komunikasi politik
adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam setiap sistem politik.
Terlepas dari uraian di atas, politik akan berjalan
lancar sesuai harapan apabila unsur-unsur politik dan trik politik dijalankkan
secara menyeluruh (kaffah). Diantara unsur berpolitik adalah retorika
politik. Retorika adalah suatu gaya/seni
berbicara baik yang dicapai berdasarkan bakat alami (Talenta) dan keterampilan
teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara baik,
yang dipergunakan dalam proses komunikasi antar manusia. Kesenian berbicara ini
bukan hanya berarti berbicara secara lancar tampa jalan fikiran yang jelas dan
tampa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato secara
singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan yang
kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta
penilaian yang tepat akan memberikan ketepatan hasil
juga. Disamping itu, dengan retorika yang baik mampu mempengaruhi khalayak
banyak tanpa perlu adanya penjelasan lebih lanjut yang dimana hal tersebut
mampu menguras lebih banyak energi.
Selain itu, untuk menjadi seorang orator yang memiliki
gaya retorika yang baik dan benar serta mampu mempengaruhi khalayak, perlu
dilatih (riyadhah) dan di biasakan dalam menguasai ilmu tersebut. Sesuai
dengan ungkapan yang berbunyi “Ala Bisa karena biasa”.
LANDASAN TEORI
1. Pengertian dan Sejarah Singkat
Retorika
Retorika (dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara
persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara,
emosional atau argumen (logo), awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah
dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam
Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional
dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar
melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam
merumuskan nilai, keprcayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth
Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau
tertulis, bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak
retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan
antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan di atas) dan
praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisis atas teks tertulis dan
visual.
Retorika
adalah suatu gaya/seni berbicara baik yang dicapai berdasarkan bakat alami
(Talenta) dan keterampilan teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai
kesenian untuk berbicara baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antar
manusia. Kesenian berbicara ini bukan hanya berarti berbicara secara lancar
tampa jalan fikiran yang jelas dan tampa isi, melainkan suatu kemampuan untuk
berbicara dan berpidato secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika
modern mencakup ingatan yang kuat , daya kreasi dan fantasi yang tinggi ,teknik
pengungkapan yang tepat dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat.
Ber-retorika juga harus dapat dipertanggung jawabakan disertai pemilihan kata
dan nada bicara yang sesuai dengan tujuan, ruang, waktu, situasi, dan siapa
lawan bicara yang dihadapi.
Titik tolak
retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat
kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(misalnya memberikan informasi atau memberi informasi). Berbicara adalah salah
satu kemampuan khusus pada manusia. Oleh karena itu pembicaraan setua umur
bangsa manusia. Bahasa dan pembicaraan ini muncul, ketika manusia mengucapkan
dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain.
Retorika modern
adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, fikiran , kesenian dan
kesanggupan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika
berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih
efektif, mengucapkan kata – kata yang tepat, benar dan mengesankan . ini
berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan efektif . jelas supaya
mudah dimengerti; singkat untuk menghemat waktu dan sebagai tanda kepintaran ;
dan efektif karena apa gunanya berbicara kalau tidak membawa efek ? dalam
konteks ini sebuah pepatah cina mengatakan ,”orang yang menembak banyak, belum
tentu seorang penembak yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu
berarti seorang yang pandai bicara.”
Keterampilan dan
kesanggupan untuk menguasai seni berbicara ini dapat dicapai dengan mencontoh
para rektor atau tokoh-tokoh yang terkenal dengan mempelajari dan mempergunakan
hukum – hukum retorika dan dengan melakukan latihan yang teratur. dalam seni
berbicara dituntut juga penguasaan bahan dan pengungkapan yang tepat melalui
bahasa.
Dalam buku Theories of Human Communication
karangan Little John, dikatakan bahwa studi retorika sesungguhnya adalah
bagian dari disiplin ilmu komunikasi. Mengapa? karena di dalam retorika
terdapat penggunaan simbol-simbol yang dilakukan oleh manusia. Karena itu
Retorika berhubungan erat dengan komunikasi Persuasi. Sehingga dikatakan retorika
adalah suatu seni dari mengkonstruksikan argumen dan pembuatan pidato. Little
John mengatakan retorika adalah ” adjusting ideas to people and people
to ideas”.
Dalam doktrin retorika Aristotele
terdapat tiga teknis alat persuasi politik yaitu:
1. Deliberatif,
Memfokuskan diri
pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat
sekarang.
2. Forensik
Lebih
memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa
lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran.
3. Demonstratif.
memfokuskan pada
epideiktik, wacana memuji
atau penistaan dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang,
lembaga maupun gagasan.
Namun, selain tiga jenis di atas, aristoteles juga
mengenalkan retorita dengan nama retorika Sofis. Tradisi
retoris dimulai dari retorika sofis pada masa Yunani Kuno pada akhir abad ke-5
SM. Digalakkan oleh Protagoras, Gorgias, dan Isokrates, retorika sofis
mengajarkan keterampilan berbahasa [terutama berpidato] di depan publik dengan
maksud untuk memenangkan tujuan politik tertentu melalui tuturan [lisan].
Intinya, retorika merupakan kelihaian berbahasa dalam memainkan ulasan mengenai
konteks tertentu untuk mencapai tujuan politik. Retorika sofis terlalu
mementingkan pencapaian tujuan tanpa mengutamakan kebenaran sehingga tereduksi
dalam cara-cara debat kusir atau bersilat lidah. Retorika jenis ini seringkali
muncul dalam debat-debat politik, iklan, propaganda, pernyataan politik, maupun
kampanye partai.
Namun, Plato
mengecam retorika sofis sebagai suatu upaya manipulasi opini publik dan
mengabaikan kaidah-kaidah pencapaian kebenaran. Retorika sofis tidak menjadikan
kebenaran sebagai sarana untuk membentuk opini public melainkan mereduksinya
sekedar kecakapan bahasa untuk memenangkan tujuan politik. Di sisi lain,
Aristoteles jua menganggap bahwa retorika sofis tidak mampu membangun suatu
peradaban manusia yang beradab karena mengabaikan nilai-nilai kebenaran
tersebut. Melalui Rhetoric, Aristoteles bermaksud untuk mengendalikan hakikat
retorika sebagai sebuah kecakapan [kekuatan] berbahasa sebagai sarana persuasif
untuk memecahkan masalah secara objektif, sistematis, dan alternatif. Retorika
Aristotelian adalah dalam mana suatu persoalan menjadi wacana kritis, suatu
habits of techne untuk memandu publik mengutamakan kebenaran untuk mencapai
tujuan politiknya. Output-nya adalah tercipta masyarakat yang beradab dalam
arti yang sebenarnya yaitu masyarakat yang cinta kebenaran dalam hidupnya.
Retorika mulai dikenal pada tahun 465 SM, ketika Corax
menulis makalah bejudul Techne Lagon (Seni kata-kata). Pada waktu itu seni
berbicara atau llmu berbicara hanya digunakan untuk membela diri dan
mempengaruhi orang lain. Membela diri di pengadilan ketika orang lain mengambil
tanah atau mengakui tanahnya karena waktu itu belum ada sertifikat tanah.
Membela diri ketika seseorang, katakanlah orang kaya raya dituduh mengorbankan
kehormatannya dengan hanya mencari setandan pisang di kebun dan sebagainya. Singkat
kata retorika atau ilmu komunikasi pada waktu itu hanya digunakan untuk membela
diri yang berhubungan dengan kepentingan sesaat dan praktis.
Sementara untuk mempengaruhi orang lain, menurut
Aristoteles ada 3 cara yaitu :
• Harus
sanggup menunjukkan kepada khalayak bahwa kita memiliki pengetahuan yang luas,
kepribadian yang terpercaya dan status yang terhormat yang disebut “ethos”
• Harus
dapat menyentuh hati khalayak, perasaan, emosi, harapan, kebencian dan kasih
sayang yang disebut “phatos”
• Meyakinkan
khalayak dengan bukti yang kelihatan, yang disebur “logos”
• Dari
sejarah singkat perkembangan retorika atau ilmu komunikasi klasik yang patut
kita catat yakni mengenai tahap penyusunan pidato karya Aristoteles yang sampai
sekarang masih terus dipakai, adalah penentuan tema, penyusunan, gaya, memori
dan penyampaian.
2.
Tujuan Retorika
Tujuan retorika adalah persuasi, yang dimaksudkan
dalam persuasi dalam hubungan ini adalah yakinnya pendengar akan kebenaran
gagasan hal yang dibicarakan pembicara. Artinya bahwa tujuan retorika adalah
membina saling pengertian yang mengembangkan kerjasama dalam menumbuhkan
kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat lewat kegiatan bertutur.
3.
Fungsi Retorika
Membimbing penutur mengambil keputusan yang tepat. Membimbing
penutur secara lebih baik memahami masalah kejiwaan manusia pada umumnya dan
kejiwaan penanggap tutur yang akan dan sedang dihadapi. Membimbing penutur
menemukan ulasan yang baik. Membimbing penutur mempertahankan diri serta mempertahankan
kebenaran dengan alasan yang masuk akal.
4.
Metode Retorika
a.
Exordium (pendahuluan)
Fungsinya
pengantar kearah pokok persoalan yang akan dibahas dan sebagai upaya menyiapkan
mental para hadirin (mental prepation) dan membangkitkan perhatian (attention
arousing).
Berbagai
cara dapat ditampilakan untuk memikat perhatian hadirin.
- Mengemukakan
kutipan (ayat kitab suci, pendapat ahli kenamaan, dll)
- Mengajukan
pertanyaan
-
Menyajikan ilustrasi yang spesifik
- Memberikan
fakta yang mengejutkan
-
Menyajikan hal yang bersifat manusia
- Mengetengahkan
pengalaman yang ganjil
Beberapa
hal yang perlu dihindari dalam retorika, antara lain:
- Permintaan maaf
karena kurang persiapan, tidak menguasai materi, tidak pengalaman dll.
-
Menyajikan sebuah lelucon yang berlebihan.
b.
Protesis (latar belakang)
Mengemukakan
hakekat pokok persoalan tersebut secara factual atau secara kesejahteraan
nilainya serta fungsinya dalam kehidupan. Jadi pembahasan ini dikemukakan
sedemikian rupa sehingga tampak jelas kaitannya dengan kepentingan pendengar.
c.
Argumentasi (isi)
Memberikan
ulasan-ulasan tentang topic yang akan disajikan secara teoritis, kemudian
mengemukakan kekuatan posisinya.
d.Conclusio
(kesimpulan)
Suatu
penegasan hasil pertimbangan yang mengandung justifikasi atau pembenaran
menurut penalaran orator atau pembawa naskah.
Yang
perlu dihindari dalam pembuatan kesimpulan adalah:
- Mengemukakan
fakta baru
-
Mengemukakan kata-kata mubazir dan tidak fungsional
Dua
persyaratan mutlak bagi orang yang akan muncul sebagai orator:
- Source
credibility atau sumber yang terpercaya (ahli dibidangnya)
- Source
actractivinees atau daya tarik sumber artinya memiliki penampilan yang
meyakinkan untuk tampil sebagai orator.
5. Etika Retorika
· Memperhatikan kondisi keadaan tertentu,
hal ini memerlukan keputusan yang bijaksana, humanistis dan etis social.
· Memperhatikan standar benar tidaknya
ditentukan hukum
· Memperhatikan etika nilai adat istiadat
atau tata nilai kesopanan yang berlaku dimasyarakat.
· Memperhatikan alasan logis atau fakta
yang ada
· Memiliki kekuatan dalil atau nash.
6. Syarat-syarat Retorika
1. Membuat uraian-uraian yang lengkat, mengkaji atas masalah kesimpulan dans aran-saran.
2. Uraiannya tegas dan konsisten
dalam arti tidak mau memungkinkan timbulnyapertanyaan-pertanyaan atau tafsiran-tafsiran yang
keliru.
3. Uraian harus jelas, cermat dan
sederhana pernyataan-pernyataan harus
dalambahasa yang jelas agar mempermudah pengertian
dan keyakinan, serta tidakmenimbulkan perbedaan tafsiran.
ANALISIS KASUS
Bahwa Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat dijamin konstitusi
dan sangat diperlukan dalam kehidupan berdemokrasi jelas tak perlu
dipersalahkan. Namun bagaimana hak angket tersebut dilaksanakan tampaknya
merupakan permasalahan tersendiri. Majalah ini menengarai ada persoalan etika
pada sejumlah anggota Panitia Khusus DPR tentang Bank Century dalam upaya
mengorek keterangan dari para saksi yang sebagian diantaranya merupakan pejabat
Negara. “Ketidaksopanan dalam mengajukan pertanyaan –baik retorika, bahasa
tubuh, maupun bahasa ucap- sudah memprihatinkan” (Tempo, 18-24 Januari 2010).
Catatan ini penting karena perilaku minus sebagian anggota panitia khusus itu
bisa mencederai tujuan mulia ‘mencari kebenaran’ yang hendak mereka gapai.
Kejadian diatas mencerminkan betapa masih rendahnya mental
dan etika para “anggota” dalam berucap dan mengeluarkann pendapat. Hal tersebut
diatas dikarenakan tidak jauh dari keterbatasan mereka dalam mengetahui dan
menguasai serta memahami ilmu retorika, terutama retorika politik.
Mungkin, penulis akan sedikit memberikan maklum kepada
anggota tersebut apabila tatkala mereka melakukan tindakan atau pun berbicara
yang jauh dari etika beretorika, adalah merupakan semangat dalam memperjuangkan
kepentingan rakyat banyak, bukan individu, golongan atau pun partai. Namun
kenyataannya, hal tersebut hanya “mimpi” disiang bolong.
Sampai detik ini, lembaga terhormat tersebut masih terus
dipergunjingkan karena ulah mereka sendiri yang tak jauh dari sebutan atau
kelakuan anak TK. Berbicara tanpa etika, berkoar tanpa dasar, berorator dengan
janji yang semakin kotor dan beretorika tanpa ilmu pengetahuan di dalamnya.
PEMBAHASAN
“Repertoar’ yang digelar Panitia Khusus DPR tersebut
menggugah imajinasi tentang praktek retorika dalam tradisinya yang paling purba
–yakni retorika Sofis pada masa Yunani Kuno menjelang akhir abad ke-5 sebelum
masehi. Digalakkan para filsuf seperti Gorgias, Protagoras, dan Isocrates,
retorika Sofis mengajarkan keterampilan berbahasa –terutama berpidato- di depan
publik. Inti ajarannya adalah memenangkan suatu kasus atau tujuan politik
tertentu melalui tuturan (lisan). Karena itu, penutur dituntut fasih berbahasa,
lihai memainkan ulasan, dan piawai mengocok emosi lawan. Bukan hal aneh jika
retorika Sofis mengarah pada cara-cara berdebat kusir, berpokrol bambu, atau
bersilat lidah.
Hingga kini, retorika sofis tetap aktual dalam pentas
politik dan juga ekonomi. Pidato kampanye, pernyataan politik, propaganda, dan
iklan adalah contoh potensial wujud nyata retorika lawas itu. Celakanya, tak jarang
tergelincir jadi ‘omong kosong’. Sekian abad lampau, ketika menulis Gorgias
(terbit pertama kali pada 463), Plato mengecam retorika gaya Sofis sebagai doxa
atau manipulasi opini publik, mengabaikan episteme, dan hanya dimanfaatkan
warga polis yang kaya raya (lihat James A. Herrick, The History and Theory of
Rhetoric, 2005).
Bagi Aristoteles, retorika Sofis terlalu sempit untuk
membangun peradaban yang lebih luas. Melalui Rhetoric (1355), ia mengembalikan
martabat retorika sebagai kecakapan (dunamis, daya, kekuatan) menemukan sarana
persuasif yang obyektif untuk memecahkan masalah’. Dengan kata kunci menemukan,
retorika Aristotelian –lisan ataupun tulisan- menjadi wacana kritis, bukan
sekadar mencari kemenangan. Pertanyaan pentingnya adalah apa arti suatu
kemenangan bila mengabaikan kebenaran, betapapun terbatasnya kebenaran itu.
Retorika, menurut Aristoteles, adalah techne yang membiasakan orang membeberkan
kebenaran. Fungsinya dikembangkan untuk memandu orang mengambil alternatif
pemecahan masalah, menganalisis kasus secara sistematis dan obyektif sehingga
meyakinkan public, dan mengajarkan cara efektif mempertahankan gagasan atau
argumen.
Tak diragukan, Aristoteles telah meletakkan dasar retorika
sebagai bahasa ilmu pengetahuan sekaligus sebagai kajian ilmiah. Meski
demikian, kata kunci kebenaran yang dia sodorkan menimbulkan pertanyaan: untuk
apa kebenaran itu. Kebenaran demi kebenaran semata, sama halnya dengan
kebebasan untuk kebebasan belaka, bukannya tanpa bahaya. Kebenaran ilmiah
sekalipun jika niretika akan melahirkan petaka.
Pada awal abad ke-20, muncul pemikiran ‘Retorika baru,’
antara lain dari filsuf Perelman dan Olbrechts-Tyteca di Eropa dan penganut
Aliran General Semantics di Amerika Serikat. Bertolak dari pertanyaan terhadap
retorika Aristotelian, para penganut ‘Retorika baru’ menekankan dua hal.
Pertama, faktor khalayak sebagai titik pusat arah tuturan. Suatu retorika harus
dibangun dengan memperhitungkan cermat aspek psikologis dan lingkungan
sosial-budaya. Kedua, selain persuasif, suatu retorika harus bisa menumbuhkan
kerja sama, saling mengerti, dan kedamaian manusia, dan sebaliknya menghindari
kesalahpahaman serta berbagai bentuk kepincangan komunikasi lain.
Kehidupan manusia jelas tak lepas dari retorika, dari
keseharian individual sampai kehidupan sosial yang kompleks. Soalnya adalah
retorika seperti apakah yang patut dikembangkan sehingga mencerahkan kehidupan
bersama. Dalam Modern rhetorical Criticism (1977), Roderick P. Hart melukiskan
‘alam pikiran retorika’ yang dipandangnya sehat. Suatu retorika yang baik,
katanya, harus memadukan empat aspek. Pertama, scientifically demonstrable;
harfiahnya suatu tuturan harus bisa dibuktikan secara ilmiah atau berdasarkan
fakta.
Kedua, artistically creative; terutama berasosiasi dengan
pemanfaatan retorika secara particular, yakni dalam pengucapan seni. Dalam
berbahasa sehari-hari tentu tidak perlu berbunga-bunga, yang penting jelas dan
santun. Ketiga, philosophically reasonable; memperhatikan moral dan etika dalam
bertutur untuk membedakan baik dan buruk, manfaat dan mudarat, berkah dan
mubazir. Akhirnya, keempat, socially concerned; suatu retorika, apalagi yang
terbuka untuk umum, haruslah bertemali dan bermanfaat memecahkan masalah orang
banyak sehingga menyejahterakan kehidupan bersama lahir-batin.
“Bagaimana
kita melakukan sebuah kegiatan komunikasi politik, dan bagaimana komunikasi
yang kita sampaikan tersebut mempunyai implikasi politik, dan lalu bagaimana
kita mempraktekkannya sebagai sebuah kegiatan persuasi” (Mas Joko)
Uraian diatas kiranya dapat
memberikan sedikit jawaban tentang apa yang menjadi pertanyaan Mas Joko (Salah
seorang Penulis artikel) di website. Dengan demikian, bahwa retorita merupakan
salah satu unsure penting dalam melakukan aktivitas politik guna mendapatkan
hasil yang maksimal dan sesuai dengan harapan.
PENUTUP DAN KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Dewasa ini retorika sebagai public speaking, oral communication, atau speech communication -diajarkan dan diteliti secara
ilmiah di lingkungan akademis. Pada waktu mendatang, ilmu ini tampaknya akan
diberikan juga pada mahasiswa-mahasiswa di luar ilmu sosial. Dr. Charles Hurst
mengadakan penelitian tentang pengaruh speech courses terhadap prestasi
akademis mahasiswa. Hasilnya membuktikan bahwa pengaruh itu cukup berarti.
Mahasiswa yang memperoleh pelajaran speech (speech group)
mendapat skor yang lebih tinggi dalam tes
belajar dan berpikir, lebih terampil dalam studi dan lebih baik dalam hasil
akademisnya dibanding dengan mahasiswa yang tidak memperoleh ajaran itu. Hurst
menyimpulkan: Data penelitian ini menunjukkan dengan jelas bahwa kuliah speech tingkat dasar adalah agen synthesa, yang memberikan dasar skematis bagi mahasiswa
untuk berpikir lebih teratur dan memperoleh penguasaan yang lebih baik terhadap
aneka fenomena yang membentuk kepribadian. Penelitian ini menjadi penting bagi
kita, bukan karena dilengkapi dengan data statistik yang meyakinkan atau karena
berhasil memberikan gelar doktor bagi Hurst, tetapi karena erat kaitannya
dengan prospek retorika di masa depan.
2. Penutup
Seperti ungkapan mengatakan “Baik dan buruknya
seseorang terkadang terlihat dari cara ia berbicara/ beretorika”. Berangkat
dari ungkapan tersebut, dan kasus-kasus yang terjadi di beberapa tempat
terutama lembaga kehormatan rakyat, penulis memberikan hipotesa bahwa ilmu
retorika terutama dalam politik merupakan salah satu kunci yang juga tak kalah
penting andilnya, dalam kelancaran mencapai tujuan perpolitikan yang ada.
Akan tetapi, lagi-lagi dalam berorator, retorika yang
baik dan benar harus ditempatkan di jajaran paling depan. Hal ini dikarenakan,
retorika sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan seseorang dalam
menyampaikan pesan.
Terlepas dari itu semua, penulis menginsafi bahwa
dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masihlah jauh dari kata sempurna.
Untuk itu, saran dan kritik yang konstruktif, inovatif dan edukatif sangatlah
penulis harapkan demi kebaikan penulisan dimasa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi penulis dan pembaca sekalian. Amin
DAFTAR PUSTAKA
Pandi, Muchlisin. Blogspot.com/2010/04/Retorika.
Rahardi,Kunjana. 2006 Dimensi-dimensi Kebahasaan.
Yogyakarta :PT. Gelora Aksara.
Budiarjo,
Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Mas’oed
Mukhtar, dan Andrew Mac Collin, 2000, Perbandingan Sistem Politik,Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Carlton
Clymer, 2000, Pengantar Ilmu Politik, Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Harmonis,
Dr. Fal., M.Si, Makalah dan Jurnal Perkuliahan Komunikasi Politik, UMJ,
2012
Dan
nimo, Komunikasi Politik, 2005, Rosydakarya, Bandung. Cet-VI
Internet
:
http://alumnihmm.blogspot.com/2008/04/pengertian-retorika.html
www.
Google.com
Wikipedia
Surat Kabar :
Tempo, 28 Februari 2010
Kompas, 20 Agustus 2010
BalasHapusnonton online film online film bioskop
nonton online film online drama korea
nonton online film online indonesia asia amerika
nonton online film online hollywood dan bollywood