Minggu, 18 Mei 2014

Potret Wakil Rakyat

Ingar bingar Pemilu Legislatif (pileg) 2014 akhirnya sampai juga pada titik klimaks, yakni ditetapkannya 560 orang calon legislatif terpilih periode 2014-2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu pekan lalu. Selanjutnya, mereka yang terpilih ini akan mengucapkan sumpah jabatan pada 1 Oktober 2014.<!---more---!> Berdasarkan validasi akhir KPU, ke-560 caleg terpilih tersebut terdiri atas PDI Perjuangan 109 , Partai Golkar 91, Partai Gerindra 73, Partai Demokrat 61, Partai Amanat Nasional 49, Partai Kebangkitan Bangsa 47, Partai Keadilan Sejahtera 40, Partai Nasdem 35, dan Partai Hanura 16. Dua partai politik yang tidak berhasil menempatkan wakilnya di parlemen karena tak memenuhi ambang batas masuk parlemen atau parliamentary threshold 3,5 persen, yakni Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI). Seperti periode sebelumnya, gedung parlemen Senayan akan tetap diwarnai oleh jajaran anggota dewan dengan beragam latar belakang. Selain politikus, gedung DPR nantinya masih dihiasi oleh mereka yang berlatar belakang birokrat, pengusaha, pengacara, pendidik, penggiat lembaga swadaya masyarakat (LSM), juga tidak ketinggalan sejumlah artis. Tercatat sekitar 15 artis yang kini siap mengadu peruntungannya menjadi wakil rakyat di Senayan. Entah mantan pejabat atau pun pegiat LSM, entah orang-orang tenar atau pun orang-orang biasa, bagi publik, hal-hal seperti itu tak terlalu penting. Daftar pengalaman dan popularitas sang tokoh pun bukan jaminan. Publik hanya berharap agar anggota DPR mendatang harus benar-benar merupakan perwujudan suara hati nurani rakyat. Mereka dipilih oleh rakyat, karena itu harus bekerja dengan kejujuran dan penuh komitmen demi kepentingan rakyat. Bukan apa-apa, rakyat bangsa ini sudah telanjur kecewa dengan kinerja anggota DPR periode lalu. Anggota DPR yang seharusnya menjadi wakil rakyat Indonesia di parlemen justru tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Mereka tidak mewakili rakyat melainkan mewakili diri sendiri, rajin menyuarakan orang-orang yang punya uang, menjadi bumper untuk membela kepentingan kelompok atau partainya sendiri. Sebagai sebuah cerminan, mari sejenak membuka catatan buruk kinerja anggota DPR periode 2009-2014. Kinerja yang buruk itu bisa dilihat dari produk perundang-undangan yang dihasilkan. Pada 2009, misalnya, dari target legislasi 82 undang-undang, hanya 39 yang berhasil disahkan. Begitu pun pada 2014 ini, dari 66 yang ditargetkan, hanya satu undang-undang yang berhasil disahkan. Secara substansial, apa yang telah dihasilkan pun buruk. Padahal, selama periode 2009-2014, anggaran yang dihabiskan DPR sudah mencapai Rp 11,8 triliun dan Sekretariat Jenderal DPR sebanyak Rp 3,5 triliun. Sudah tak becus dengan tugas utamanya, yaitu legislasi--selain bujeting dan pengawasan--tak sedikit pula anggota DPR yang terkena pelanggaran hukum dan etika. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sepanjang 2009-2014, ada 73 anggota DPR yang sudah ditetapkan bersalah dalam kasus korupsi. Ini belum termasuk mereka yang masih dalam proses. Ini masih ditambah pula dengan beberapa sikap dan tindakan yang tak layak dari seorang wakil rakyat yang terhormat, seperti sering mangkir saat-saat sidang, suka main gadget atau video game di ruang rapat, tidur pulas saat sidang paripurna, ada pula yang terlibat dalam kasus-kasus perselingkuhan. Para anggota dewan itu sama sekali tidak menyadari betapa besarnya tugas di pundak mereka. Bercermin pada kiprah para wakil rakyat di masa lalu itu, kita berharap DPR periode 2014-2019 membawa perubahan yang lebih baik di masa mendatang, baik dari sisi etika maupun kinerja. Dari sisi etika, jagalah perilaku karena anggota DPR adalah mata, telinga, dan hati nurani rakyat. Anggota DPR dipilih langsung oleh rakyat, karena itu, jagalah kepercayaan yang diberikan rakyat. Jagalah wibawa sebagai wakilnya rakyat. Sementara sebagai legislator, menghasilkan produk undang-undang yang mengatur seluruh kehidupan rakyat adalah tugas utama seorang anggota dewan, tentu bersama pemerintah. Hanya di tangan DPR-lah sejumlah produk UU yang diabdikan untuk kepentingan rakyat banyak bisa dihasilkan. Karena itu, jauhi sikap pembuatan UU ala kadarnya, atau hanya atas dasar transaksional atau untuk membela kepentingan yang punya uang atau punya kekuasaan. Anggota DPR periode 2014-2019 juga harus rajin-rajin mengunjungi konstituen di daerah-daerah. Jangan mengunjungi konstituen hanya menjelang pemilu berikutnya. Ini namanya rakyat benar-benar hanya dijadikan “sapi perahan”. Mereka didatangi hanya di saat-saat dibutuhkan seperti menjelang pemilu legislatif. Sesering mungkin mengunjungi konstituen adalah penting bagi anggota DPR guna menangkap secara baik dan faktual apa yang menjadi aspirasi rakyat. Dari sinilah para anggota dewan kemudian bisa sekaligus menangkap secara baik dan benar apa esensi persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat, entah masalah kemiskinan, pengangguran, kebodohan, hingga kasus-kasus kelaparan rakyat yang kerap terjadi di negeri yang kaya ini. Daripada banyak anggaran dibuang percuma hanya untuk studi banding yang tak relevan ke luar negeri, lebih baik dana-dana tersebut dipakai untuk mendatangi konstituen di daerah-daerah, seraya menyapa dan membangun optimisme mereka untuk bersama-sama menatap masa depan yang lebih baik dan sejahtera. Itulah esensi dasar kehadiran seorang wakil rakyat. Ia dipilih dan dipercayakan rakyat untuk membawa amanat-amanatnya. Karena itu, berbuatlah yang terbaik bagi rakyat, yaitu dengan sepenuh hati menjalankan tugas pembuatan UU yang prorakyat, bertanggung jawab dalam penyusunan anggaran yang prorakyat, serta tak pernah mau tidur ketika dirinya masih harus mengawasi kebijakan-kebijakan prorakyat. Satu hal yang juga tak kalah pentingnya adalah, anggota DPR 2014 – 2019 harus berjanji untuk tidak mengulangi lagi kesalahan-kesalahan masa lalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar